Ketika Kebenaran Dibungkam, Api dan Batu pun Bisa "Bersuara"

Ketika Kebenaran Dibungkam, Api dan Batu pun Bisa Bersuara
Oleh : Sri Asmediati
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Labuhan Badas)
Kebenaran adalah nyala yang tak bisa dipadamkan, meski dibungkam oleh suara-suara yang ingin menutupi dunia. Ia seperti air yang menahan diri, tapi semakin ditekan, ia menumpuk dalam tekanan yang mematikan. Dunia mencoba menutup mulutnya dengan kekuasaan, hukum yang membisu, dan janji-janji palsu. Namun batu yang melayang dan api yang membakar selalu menjadi saksi, menjadi lidah yang menjerit ketika manusia dipaksa diam. Di setiap jalan, di setiap lorong gelap, kebenaran mencari celah untuk bersuara. Ia menembus tembok kebohongan, menembus ketakutan, menembus rasa takut yang mengekang.
Batu yang dilempar adalah jeritan hati yang tak tertahankan. Ia bukan sekadar benda mati, tapi simbol perlawanan yang lahir dari ketidakadilan. Setiap benturan di jalan adalah bahasa, setiap dentuman adalah puisi rakyat yang tak bisa dibungkam. Sejarah mencatatnya dari revolusi ke revolusi, dari protes ke protes. Batu yang melayang menandai bahwa kebenaran menolak untuk diam. Dalam tiap serpihan, ada keberanian yang mengalir, ada perlawanan yang tak pernah padam.
Api adalah lidah amarah yang membara. Ia menari di atas ketidakadilan, memuntahkan energi yang tak bisa dijinakkan. Kobaran api bukan hanya panas, tapi simbol perlawanan yang meluap dari ketidakadilan yang dipendam. Ia memperingatkan bahwa kebenaran, ketika ditekan, bisa muncul dalam bentuk yang tak terduga. Di setiap asap yang mengepul, ada pesan bahwa penindasan selalu berbalik. Di setiap bara yang membakar, tersirat keberanian yang tak bisa ditundukkan.
Air yang disumbat menjadi pelajaran tersendiri. Ia memberi kehidupan jika mengalir, tapi menghancurkan jika dipaksa diam. Kebenaran yang diberi ruang menyejukkan, menumbuhkan harapan, dan memberi arah. Namun jika dibendung, ia menjadi kekuatan dahsyat yang merobek batas-batas ketakutan. Seperti air yang menembus bendungan, kebenaran menembus kebohongan. Ia mencari jalannya sendiri, tanpa meminta izin dari manusia yang ingin mengendalikannya.
Batu, api, dan air adalah bahasa yang tak pernah mati. Mereka muncul ketika kata-kata tak lagi terdengar, ketika hukum diam, ketika ketakutan menutupi jalan. Batu melayang sebagai simbol keberanian, api membara sebagai simbol kemarahan, air mengalir sebagai simbol kebenaran yang menenangkan. Bersama, mereka bercerita tentang manusia yang menolak dibungkam. Bersama, mereka menuntut keadilan yang tak bisa dihindari. Bersama, mereka menunjukkan bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya.
Kebenaran, ketika ditekan, menjadi energi yang tak bisa ditahan. Ia menunggu celah sekecil apa pun, dan ketika saatnya tiba, ia meledak. Batu melayang, api membakar, air menembus—semua menjadi suara yang tak bisa diabaikan. Sejarah dipenuhi oleh letusan-letusan ini, dari jalanan hingga hati manusia. Kebenaran tidak hanya hidup dalam buku atau pidato, tapi dalam aksi, dalam keberanian, dalam nyala yang menantang ketakutan. Ia adalah kekuatan yang tak tergoyahkan, meski dunia mencoba membungkamnya.
Manusia yang mencoba menutup kebenaran sering menjadi saksi kehancuran mereka sendiri. Batu yang dilempar menandai keberanian, api yang membara menandai amarah, dan air yang meluap menandai keteguhan hati. Ketiganya adalah bahasa universal yang menembus batas, melampaui waktu dan ruang. Mereka mengingatkan manusia bahwa penindasan tidak pernah abadi. Bahwa setiap upaya menutup mulut kebenaran hanyalah sementara. Kebenaran, pada akhirnya, selalu menemukan jalannya untuk bersuara.
Di setiap kota, di setiap desa, di setiap hati manusia yang masih sadar, kebenaran menunggu. Batu dan api hanyalah sarana ketika kata-kata gagal, ketika suara-suara dibungkam. Mereka adalah simbol dari kekuatan yang lahir dari ketidakadilan. Mereka mengajarkan bahwa perlawanan, sekecil apa pun, selalu bermakna. Mereka adalah saksi bahwa kebenaran tak bisa dimusnahkan. Dan ketika waktunya tiba, dunia akan mendengar jeritan itu, tak tertahankan dan penuh kekuatan.
Akhirnya, kebenaran bukan sekadar kata. Ia adalah air yang memberi kehidupan, batu yang menuntut keadilan, dan api yang membakar kebohongan. Ia menuntut ruang untuk mengalir, menolak dibungkam, dan menolak padam. Dunia yang mencoba menutupinya harus siap menghadapi ledakan energi yang tak bisa dibendung. Kebenaran akan selalu menemukan jalannya, dalam bentuk apa pun yang diperlukan. Batu dan api hanyalah bahasa dramatisnya. Dan bagi mereka yang mendengarkan, suara kebenaran itu abadi.
What's Your Reaction?






