Tak Berani Tinggalkan Kantor, Penyuluh Pertanian Minta Penerapan E - Presensi Ditinjau Ulang

Tak Berani Tinggalkan Kantor, Penyuluh Pertanian Minta Penerapan E - Presensi Ditinjau Ulang
Sumbawa.Amarmedia.co.id– Sejumlah petani di Kabupaten Sumbawa, terutama di wilayah selatan, mengeluhkan jarangnya Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) turun ke lokasi. Para petani menilai keberadaan PPL sangat penting sehingga mereka tidak salah langkah dalam menerapkan sistem pertanian. Namun, keluhan tersebut ternyata berkaitan dengan penerapan sistem presensi yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 2 Januari 2025. E- Presensi adalah sistem pemantauan kehadiran pegawai yang mewajibkan ASN, termasuk PPPK, untuk hadir di titik koordinat yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah. Misalnya, di Kantor Bupati Sumbawa, semua ASN harus hadir tepat waktu dan melakukan swafoto di tiga waktu yang berbeda, pagi saat masuk kerja, setelah istirahat siang, dan saat jam pulang kantor. Swafoto ini harus dilakukan dengan menggunakan ponsel Android serta mencakup berbagai sudut wajah.
Penerapan sistem presensi ini mempengaruhi pekerjaan para penyuluh lapangan, yang terpaksa lebih banyak berada di kantor untuk memenuhi kewajiban presensi daripada turun langsung ke lapangan untuk melakukan tugas penyuluhan. Hal ini diakui oleh Koordinator BPP Kecamatan Ropang, Masujam SP, yang menyampaikan keluhannya terkait kebijakan ini.
Masujam menjelaskan bahwa penerapan presensi yang mengharuskan ASN untuk tetap berada di titik koordinat yang sudah ditentukan, membuatnya sulit untuk menjalankan tugas sebagai penyuluh pertanian. Jika meninggalkan kantor dan tidak melakukan presensi selama 10 hari berturut-turut, maka data kepegawaian ASN tersebut akan dihapus oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Selain itu, keterlambatan atau ketidakhadiran dalam presensi juga berdampak pada pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Menurut Masujam, kondisi ini membuat para penyuluh terpaksa memilih untuk "diam" di kantor, karena takut jika tidak melakukan presensi, mereka akan terkena sanksi. Padahal, untuk menjalankan tugas, mereka harus turun ke lapangan yang memiliki rentang jarak antar desa yang cukup jauh dan medan yang sulit. Tidak hanya itu, sering kali mereka juga harus ke kota untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi petani.
"Daripada kami dipecat lebih baik kami diam di kantor. Sebab absensi wajah ini harus kami lakukan sebanyak tiga kali, ketika datang ke kantor jam 7 pagi, setelah istirahat jam 11.50-13.00, dan pulang kantor jam 4-5 sore. Ini menyulitkan kami selaku penyuluh untuk turun ke lapangan," ungkapnya.
Masujam berharap penerapan sistem E- presensi ini bisa ditinjau kembali, khususnya bagi penyuluh pertanian yang bertugas di lapangan. Ia meminta agar presensi dapat dilakukan di daerah kerja atau kecamatan tempat bertugas, sehingga mereka bisa menjalankan tugas secara optimal tanpa harus terus-menerus berada di BPP untuk menunggu waktu absensi.
"Jika kami penyuluh turun ke lapangan, kami harus kembali secepatnya ke kantor (BPP) untuk mengejar waktu presensi. Kalau presensi dilakukan di luar titik koordinat, maka langsung ditolak aplikasi. Situasi ini otomatis membuat kami meninggalkan tugas atau belum selesai bertugas, dan untuk kembali ke lapangan setelahnya dirasakan sangat sulit," keluhnya.
Masujam berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini agar penyuluh pertanian di lapangan bisa menjalankan tugas dengan maksimal tanpa terbebani dengan ketentuan presensi yang mengganggu efektivitas kerja mereka. (AM/SR)
What's Your Reaction?






