Strategi Pengajaran Puisi: Meningkatkan Minat Menulis Sastra pada Siswa

Strategi Pengajaran Puisi: Meningkatkan Minat Menulis Sastra Pada Siswa
Oleh : Sri Asmediati, S. Pd
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Labuhan Badas)
Suka tidak suka kita harus memahami pasar puisi yang ada. Pasar puisi itu “niche”, cerukannya sempit, jarang yang meminati. Jauh dari pasar buku-buku cerpen, novel, pengembangan diri, atau lainnya.
Pembaca puisi itu terbatas. Jadi, jadikan puisi aktivitas sampiran saja, selalu fokus pada upaya peningkatan minat menulis sastra pada siswa. Meski, tentu saja kalau kita ingin menuliskan puisi dengan baik, kita juga harus serius belajar dan berlatih menulis puisi dengan baik. Anggap saja ini media untuk healing, mengolah kreativitas, memenuhi kebutuhan artistik kata, ekspresi diri, dan banyak alasan lainnya lagi.
Berikut, saya akan menjabarkan beberapa hal yang penting diperhatiakn dalam penulisan puisi untuk memacu siswa kita mencintai sastra terutama pada puisi.
RIMA PADA PUISI
Kalau bisa menjaga rima pada puisi, lakukan. Tapi, kalau dipaksakan dan mematikan potensi pemilihan kata lain yang lebih bertenaga dan bermakna, lupakan.
Secara umum rima pada puisi adalah kesamaan bunyi pada akhiran suku kata pada dua baris atau lebih dalam sebuah bait puisi. Rima digunakan untuk memberikan keindahan dan keharmonisan pada puisi.
Perihal jenis-jenis rima, secara umum terbagi menjadi dua, pertama berdasarkan bunyi dan kedua berdasarkan kata. Rima berdasarkan bunyi ada delapan jenis : sempurna, tak sempurna, mutlak, terbuka, tertutup, aliterasi, asonansi dan disonansi. Rima berdasarkan kata ada tiga jenis : awal, tengah dan akhir. (Penjelasan perihal ini sudah banyak disampaikan, saya tidak akan menjelaskannya kembali.)
Saya coba tuliskan perihal sifat-sifat rima dan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk penyematannya.
Sifat-sifat rima dalam puisi adalah sebagai berikut :
1. Saling berhubungan. Rima dalam puisi harus memiliki keselarasan dan hubungan yang harmonis antara akhiran suku kata.
2. Aspek semantik. Rima juga harus memiliki kaitan makna atau pengertian dengan isi puisi itu sendiri.
3. Berirama. Rima juga harus memperhatikan pola irama yang ada pada puisi tersebut.
4. Memperhatikan kesesuaian bunyi. Rima bertujuan untuk memperindah puisi tersebut, sehingga harus memperhatikan keindahan dan kesesuaian bunyi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan rima adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan jenis dan sifat rima harus sesuai dengan tema dan suasana puisi.
2. Penting untuk memilih kata-kata yang memiliki kesamaan bunyi yang diinginkan serta memperhatikan penggunaan vokal dan konsonan.
3. Rima juga harus seimbang dalam kelompok-kelompok baris (bait atau stanza) yang ada dalam puisi.
4. Rima dapat digunakan secara berulang dalam puisi atau dikombinasikan dengan gaya rima yang berbeda untuk menciptakan variasi dan keunikan.
Seberapa penting menjaga atau menggunakan rima pada puisi?
Rima dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas sebuah puisi, meski tentu saja dengan tetap memperhatikan potensi kata lain yang lebih bertenaga dan bermakna, meski lepas dari rima sebelumnya.
Berikut adalah beberapa hal yang menjelaskan bagaimana rima dapat mempengaruhi kualitas puisi, sebagai berikut:
1. Ritme dan Fluensi. Rima yang sesuai dan teratur dapat menciptakan ritme yang harmonis dalam puisi.
Ritme yang konsisten membuat puisi terdengar nyaman dan mudah diikuti oleh pembaca. Rima memberikan kekuatan ritmis yang membantu menjaga aliran kata-kata dengan lebih lancar dan memperkuat struktur puisi.
2. Estetika dan Keindahan. Rima yang dipilih dengan cermat dan dipasangkan dengan baik dapat menciptakan kesan estetika dan keindahan pada puisi. Pilihan kata-kata yang memilki padanan bunyi yang indah dapat meningkatkan daya tarik puisi, sehingga pembaca merasa terpukau dan terpesona oleh keindahan liriknya.
3. Memperkuat Emosi dan Ekspresi. Rima yang tepat juga dapat membantu memperkuat emosi dan ekspresi yang ingin disampaikan oleh penulis puisi. Pemilihan kata dengan rima yang tepat dapat menciptakan efek suara yang mendukung makna kata-kata itu sendiri. Rima yang menekankan nada emosional yang diinginkan dapat membuat puisi lebih kuat menyampaikan pesan, perasaan, atau pengalaman yang ingin disampaikan oleh penulis.
4. Memperkuat Ingatan dan Daya Tarik. Puisi yang menggunakan rima dengan pola yang mudah diingat bisa meningkatkan daya tariknya. Rima yang berulang dalam setiap bait atau baris dapat membantu mengingat puisi dengan lebih mudah, sehingga pesan dan makna puisi tersebut lebih mudah diingat oleh pembaca. Hal ini juga meningkatkan minat pembaca untuk terus membaca atau menghafal puisi tersebut.
5. Identitas dan Gaya Penulisan. Pemilihan pola rima dapat mencerminkan identitas dan gaya penulisan seorang penyair. Rima yang unik atau menggunakan pola yang jarang digunakan dapat memberikan ciri khas tersendiri pada puisi, sehingga membuatnya lebih dikenal dan membedakannya dari karya puisi lainnya.
Management of Conflicts Penulisan Puisi
Menulis puisi pada dasarnya adalah “Management of Conflicts”, tekanan tentu saja ada pada penyairnya untuk memilih kata-kata yang tepat sebagai bahan puisi. Kata-kata mengantri untuk bisa dipilih masuk ke dalam puisi. Sebab sistem pembangun puisi bukanlah berasaskan demokrasi, atau konsensus untuk memilih kata-kata familiar, yang oleh si penyair dianggap menarik hatinya, atau oleh pembaca puisinya.
Kata-kata itu saling bertikai, atau setidaknya melakukan beauty contest mempresentasikan sebaik apa dirinya di dalam benak si penyair, meskipun mereka sebenarnya berasal dari lubuk kata yang sama. Satu sama lain sebenarnya tidak jauh berbeda, hanya sedikit lebih tinggi, pendek, kurus atau gemuk darilainnya. Atau, ada saja kata-kata yang karena kelihaiannya menghias diri, ia merupa menjadi sesuatu yang lebih menarik dari lainnya.
Secara definitif mereka memang saling bertikai. Konflik terus saja terbit, itu artinya setiap kata harus selalu bersiap siaga dan unjuk gigi siapa yang lebih kuat. Harus mampu merevolusi dirinya menjadi lebih kuat, tentu ini atas campur tangan penyair. Atau, kalau tidak, cepat atau lambat ia akan semakin dilupakan oleh penyairnya. Penyairlah yang menyediakan ajang geladi atau malah arena adu kekuatan kata-kata secara sportif dan terbuka.
Kata-kata yang tidak terpilih bukanlah kata-kata yang bernasib sial. Tidak selalu berujung pada akhir hidup yang sulit. Hari ini penyair tidak memilihnya, esok hari mungkin saja ia akan meliriknya. Puisi pendek butuh kata-kata yang ramping dengan sekawanan kata-kata lainnya yang juga ramping.
Sementara puisi narasi terkadang butuh kata-kata yang gemuk dengan gerakan tubuh yang tidak terlalu gesit.
Tapi, tentu saja bagi penyair, setiap kata harus mampu mengekspresikan dirinya berbeda dengan kata lainnya. Terkadang penyair akan memilih kata-kata yang menjengkelkan, merepotkan, yang berani memperjuangkan haknya untuk masuk pada puisi. Terkadang penyair juga membangun perkongsian kata-kata yang lemah agar menjadi kuat. Dengan bersama mereka terlihat kuat dan bisa mempercantik puisi. Meski, ada saja kata-kata tua yang sudah kehilangan kesabaran melanjutkan eksistensinya, mungkin karena sudah terlalu lelah, atau sudah terlalu sering hidup pada puisi. Perkongsian dengan kata-kata lainnya jadi tidak punya arti, hidup bersama pun menjadi muskil. Penyair mana pun tidak suka pada kata-kata yang sudah menyerah sebelum bertanding seperti itu.
Memang harus diakui konflik antar kata-kata kadang menakutkan. Ketakutan yang bukan berasal dari nilai-nilai sebuah puisi, tapi kecaman pembaca yang merasa tidak puas pada penampilan kata-kata.
Penyair manusia biasa, ia kadang salah mengambil kata-kata, salah menafsir mana kata yang punya semangat juang tinggi.
Apa sebabnya? Tata kelola penulisan puisi terkadang tidak sama dengan cara baca para pembaca puisi.
Apa yang terasa bergetar bagi seorang penyair saat memadupadankan kata-kata, ternyata hanya sekadar embusan angin kecil. Penyair secara umum tidak boleh bersikap ego—karyanya hanya ditujukan untuk diri sendiri, dan tidak peduli apakah karyanya tersebut blackout bagi pembacanya. Dari sini penyair harus sadar diri, karena risiko ini akan selalu ada, maka kemampuan dan kecermatannya menjalankan management of conflict pada penulisan puisi harus semakin diasah. Karya puisinya menjadi bagus jika ia mampu mengolaborasikan kata-kata pada puisinya, yang menyaran pada makna yang tidak satu, tapi TETAP bisa terhubung dengan pembacanya.
Disini juga akan saya tulis kembali sebagai reminder bagi kita semua, bagaimana sebaiknya puisi dituliskan, sebagai berikut:
- Kata-kata menurut Sutardji Calzoum Bachri memungkinkan kreativitas, yang membangun puisi. Dari poin ini kita wajib sadari, kuasai dan akrabi kata-kata agar bisa berdayakan dengan baik. Perihal ini kita bisa memakai teknik “cascading diksi”.
- “Bilang begini, maksudnya begitu”, ini dua frasa yang kuat dari Sapardi Djoko Damono untuk mengakomodasi ambiguitas yang menyaran pada makna dan nasihat pada puisi (saya tuliskan ini secara khusus di materi kecil puisi). Kesamaran bisa dibangun salah satunya dari ambiguitas yang baik. Penulis menyaran makna, yang boleh jadi tidak hanya satu.
- Menurut Joko Pinurbo, karya puisi bukanlah suatu karya klenik. Agar bisa menuliskan puisi yang baik kita harus banyak membaca karya-karya puisi yang baik, menjadi pengamat kejadian di sekitar kita sekaligus “merawat keresahan” dari apa yang kita amati itu, memperluas sudut pandang, dan menawarkan perenungan bagi pembaca (hindari menceramahi pembaca).
- Metafora dan simile selalu menjadi perangkat hebat pada puisi, gunakan dengan cermat. Metafora plastisitas patut kita kuasai dan kerjakan pada hari ini. Hati-hati menggunakan metafora yang sudah umum, ini membuat puisi kita kembali menjadi telanjang.
- Gunakan teknis keluwesan pada puisi, mulai dari tipografi, enjambemen sampai repetisi. Keluwesan bentuk membuat puisi cair dan membuang sekat-sekat pembacaan per larik dan keterikatannya pada rima.
- Cara ungkap dan daya ungkap yang kuat dengan sematan ironi, kontras dan paradoks, atau lainnya.
- Pergunakan citraan yang membangun struktur puisi secara kuat, yang teraba, terlihat dan terasa.
Membaca sebuah karya tidak ubahnya dengan menonton film atau mempersaksikan sendiri sebuah peristiwa puisi. Kuat unsur sensoriknya.
Semoga penjabaran diatas dapat membantu Bapak Ibu guru dalam pengajaran sastra puisi di dalam kelas.(AM)
What's Your Reaction?






